Kamis, Juni 18, 2009

Tugas Cerpen, Rosni Mentari, XI Bahasa

Kisah Cinta SMU


Hari itu adalah hari yang sungguh panas menyengat kulit. Jalanan yang penuh debu mengganggu pernafasan. Siang itu aku pulang dari sekolahnya lebih cepat dari biasanya. Memang saat itu sedang diadakan rapat akhir semester yang dilaksanakan setiap bulan pergantian semester yaitu pada bulan Juli atau Desember.

Setiba dirumahnya, aku masih terpikirkan kejadian yang menimpa Harry yang terkenal dengan jahilnya kepada semua anak-anak di sekolahnya. Menurut kabar angin, hari ini Harry dirawat di rumah sakit karena kecelakaan motor, hasil dari kebut-kebutan tadi malam bersama sekelompok anak muda berandalan. Memang sebelum kejadian itu aku pernah menasihatinya agar tidak mengikuti balap motor tersebut. Apalagi kalau tidak punya sim atau semacamnya. Tapi Harry memang keras kepala. Ia malah menghiraukan ucapanku. Jelas-jelas aku tersinggung, Apalagi Hary malah menjulukiku, dengan sebutan Mak Erot. Sudah sukur aku masih mau menaruh perhatian padanya. Tapi karena Harry sudah mengecewakan untuk kesekian kalinya, aku jadi berpikir kalau Harry seharusnya memang mati.

Sungguh orang yang tak beruntung punya anak seperti Harry. Aku juga punya julukan buat dia Sapi Gila. Apa lagi kalau di kelas ada guru, aktingnya sebagai banci sudah tradisi. Jahil-jahil juga, Harry orangnya punya semangat juang yang tinggi loh.

Esoknya, aku masuk sekolah seperti biasanya. Setelah tiga hari Harry dirawat di rumah sakit, Dilla mencoba membujuk aku untuk menjenguknya.

“Ri, ayolah dia juga temen kita. Jadi, kita juga wajib mengetahui keadaan dia apalagi dia sekelas dengan kita!”

Aku memang gak menghiraukan Dila. “Ri! Jangan pura-pura gak denger! Jawab donk!”

“Males!” Rasanya aku mau marah, akhirnya aku memutuskan untuk pergi begitu saja dari hadapan Dilla. Memang aku masih sangat membenci Harry.

Lalu tak lama kemudian, aku mulai merenung, aku duduk dihalaman sekolah sambil melamun dan aku masihmemendam rasa marah. Aku lagi gak mau didekati oleh siapapun malah aku juga gak mau didekati oleh mamih.

Tetapi satu persatu, masalah muncul mulai dari Harry sakit dan Dilla juga menjadi kurang akrab denganku.

Hari ini dan minggu ini, adalah hari yang buruk untukku. Aku masih bingung apa sahabatku, Dila, marah padaku dan tidak mau terlalu akrab denganku. Sulit rasanya bagiku untuk memperbaiki semuanya.

Satu minggu berlalu, Harry mulai masuk sekolah kembali, dan ia juga sudah pulih dari sakitnya. Hanya saja tangannya masih harus diperban karena mengalami retak tulang. Setelah Harry masuk, semua yang ada disekolah merasa akan ada si pengganggu lagi bagi mereka. Tetapi, ternyata tidak, Harry terlihat murung di kelasnya. Setelah tiga jam pelajaran selesai, bel istirahat pun berbunyi “kriiiiing...kriiiiiiing”. suara bel itu keras menusuk kuping.

Lalu Dilla membereskan mejanya, “Ri, kamu mau ikut ke kantin gak? Atau mau nitip apa?”

“ Gak usah! Aku mau disini aja!”

Semua siswa meninggalkan kelas dan mereka semua pergi beristirahat. Tetapi, hanya dua orang saja yang tidak pergi meninggalkan kelas. Hanya aku dan Harry. Harry yang baru saja masuk sekolah terlihat sedang melamun di bangkunya, sementara itu, aku yang baru saja memperbaiki hubunganku dengan Dilla, sedang membaca komik shinchan. Saat Harry melirikkan matanya pada ku, dia yang tadinya melihat ku dengan mata berkaca-kaca, ingin tertawa saat melihat ku membaca komik anak-anak.

Lalu aku sempat membalas tatapannya, aku terlihat sangat linglung, dan gak segan-segan aku mulai mengeluarkan wajah harimau ku karena melihat Harry sedang tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukuli meja. Dengan suara yang berat, aku mengeluarkan geramannya. Akhirnya aku menghampiri bangku dimana Harry duduk, “ Hngh...hmgrm....! Sapi Gillaaaaa!!”

“ Oow!Riri? Ha...ha..ha..ha..ha!”

Lalu, tak segan aku menginjak kaki kanan Harry dan menarik kupingnya keras-keras untuk melampiaskan amarahku.

“ Iiiiiih!! Ngaku!! ngejek kan?!”

“A..aaaaduuuuh sa..saaaaakiiiit! ampuuun!!” Harry terlihat kesakitan. Saat itu, Dilla masuk kelas, dan karena aku tidak mau Dilla sahabatnya marah kembali padanya, akhirnya aku mulai berekting dihadapannya dan berpura-pura menanyakan keadaan Harry. “Nah.. giitu donk! Akur gak kayak kucing dan anjing!” Dilla menjuluki kami berdua sebagai kucing dan anjing.

Setelah pelajaran keenam selesai, bel istirahat pun berbunyi kembali. Dan seperti biasanya semua siswa keluar dengan terburu-buru dan berdesak-desakkan dari kelas menuju kantin atau tempat lainnya yang biasa mereka kunjungi. Saat itu, Dilla sengaja meneraktir semua siswa kecuali aku dan Harry. Mungkin karena kebetulan aku dan Harry masih jomblo, Dilla bermaksud menjodohkan kami. Dan sebagai imbalan dari traktir bakso atau sebagainya, mereka harus meninggalkan kelas dan mengunci Harry dan aku dari luar. Suara pintu terdengar begitu keras hingga Harry dan aku merasa kaget. Pintu yang terbanting di dinding, dan terkunci dari luar, dan hanya ada satu yang bisa membukanya, yaitu guru yang mengajar dan akan masuk ke kelas ini.

Tampaknya Harry tenang-tenang saja, sementara aku menghampiri pintu kelas dan mencoba membukanya. Aku mulai marah, saking marahnya, ku tendang-tendang pintu dan memukul-mukul pintu yang terbuat dari kayu itu. Tendangan ku meluncur dengan keras sampai-sampai membuat kerusakan pada pintu.

“ Ih..!! HiiiyaaaattT!!” Ku tendang kembali pintu itu dan berharap bisa membukannya.

“ Harry!!” Woy denger donk! Kamu kok malah diem aja? Bantuin donk!”

Harry tidak mendengar perkataan ku. Karena omongan ku tidak didengar oleh Harry, akhirnya ku menghampirinya yang sedang asyik baca komik.

“Brengsek!” Ternyata ku lihat Harry sedang memakai Headshet ditelinganya sambil mendengarkan musik. Pantas saja pembicaraanku tidak didengar.

Lalu aku mulai mencari Tipnya. Dan akhirnya ku temukan juga! Haha...tau rasa dia. Lalu ku besarkan volume tipnya. Lalu tiba-tiba......

“Haaaaaa!! Gilaa!! Buset..!! kamu kerjaannya gangguin aku aja!Kangen yaa...sama aku?? Hayoo!! Ngaku.....” ku hampiri Harry dan sambil berteriak,

“Pintu kekunci Tablo!!Najis!! Aku ngangenin Kamu!!”

“ Pintu? Mana? Ah.. kamu cuman pura-pura kan? Padahal kamu ingin kita berdua disini?”

“ Sorry! Enak aja aku disatuin sama Sapi gila.”

“ Okey! Mana! Buka pintu aja gak bisa!”

lalu Harry menghampiri pintu kelas yang masih tertutup dengan rapat.

Dan Harry mencoba membuka pintu itu, dengan pegangan yang kuat, ia mulai menariknya. Tetapi karena lama menunggu Harry yang sedang membuka pintunya, akhirnya aku duduk dikursi Harry dan membaca komik miliknya sambil mendengarkan musik.

Setelah lama tak bisa dibuka, wajah Harry yang tadinya ceria kini berubah menjadi pucat dan berkeringat. Tubuhnya dingin dan ia mencoba menahan diri agar tidak jatuh kelantai. Tetapi karena sudah terlalu lemas dan kehabisan energinya, akhirnya Harry pun jatuh dan tak sadarkan diri. Tubuhnya yang membentur lantai begitu keras terdengar. Sayangnya saking tak terdengar apapun aku tak sempat menolongnya, aku malah asyik saja membaca sambil mendengarkan musik. Sementara itu, anak-anak diluar sudah tidak sabar ingin melihat mereka berduaan dikelas. Tetapi saat pintu yang tadinya dikunci, akhirnya dibuka karena mereka pikir, aku dan Harry sedang bersenang-senang, tetapi itu tidak benar.

Dila kaget ketika melihat Harry tergeletak pingsan didepannya.

“Harry? Kamu kenapa?” Dila terlihat kebingungan.

Sementara itu... “Harr! Gimana, udah bisa buka pintunya belom?”

Dengan marah sambil mengerutkan dahinya, Dila menghampiri ku dan membuka Headsetnya, dan bicara dengan nada kencang di depan telingaku.

“ Harry Pingsaaaaan!!”

“Waaaaa??!!” Ku letakkan komik itu di meja.

“Whattt??... siapa yang pingsan?”

“Harry!”

Dan Dila beranjak begitu saja dari hadapan ku dan mencoba meminta bantuan pada teman-temannya untuk memindahkan Harry keruang UKS yang tak jauh letaknya dari kelas. Setelah itu, Dilla mencoba memberikan obat-obatan pada Harry agar Harry dapat pulih.

Lalu, tiba-tiba Harry sadar “Dilla, aku mau minta maaf sama semuanya. Dan aku ingin aku hadir dalam hari kematianku ini..”

“Uhh...so..sweet!!” Sorak teman-teman di UKS.

“ Har! Kamu jangan ngomong gitu donk!”

“Yaa..hh..elaaa...hhh..Gitu doank pake mati!” Lontar Adit teman sekelas mereka.

Lalu aku datang dan melihat Harry yang pucat, badannya dingin, dan tubuhnya yang gemetar. Sementara Dilla dan kawan-kawan pergi meninggalkan kami berdua. Mau melanjutkan rencana mereka tadi, gittuu....“Harry, kamu gak apa-apa kan? Maafin aku...aku gak pernah bisa serius.”

Lalu aku mendekat dan memegang tangan Harry. “Ya ampun! Dingin banget... kamu sakit apa sih sebenarnya?”

“Penyakit aku gak bisa disembuhkan. Aku seorang penderita.... penderita.... Leukimia. Umurku juga gak panjang, jadi percuma kalau aku ulang tahun lalu semua yang aku undang bernyanyi panjang umurnya.”

Mendegar perkataan Harry, teman-temannya tiba-tiba tersenyum keheranan.

“Tuhan itu adil! Siapa tahu keajaiban akan terjadi pada diri kamu!”

“Ka, maafin aku yah tentang kejadian 2 minggu yang lalu. Aku sebenarnya masih banyak masalah sehingga aku kurang mengontrol diri sewaktu kamu menasihatiku untuk berhenti mengikuti balap motor bersama kedua gank yang gak aku kenal..”

“Gak apa-apa kok.” Lalu aku mulai memperlihatkan senyuman khasnya yang manis. Dengan tak ragu-ragu, Harry membalas senyumannya itu dan memegang kedua tangan ku dengan erat.

“Harry! Jangan kenceng-kenceng donk! Kamu megang tangan aku aja kayak megang apaaa gitu!”

Setelah Harry melepas pegangannya, tangan ku begitu merah dan aku juga merasa kesakitan sambil meloncat-loncat dan meniup-niupkannya.

“Sorry Ri! Aku gak sengaja dan lagi pula walau aku sering benci sama kamu, tapi aku juga masih ada rasa sayang sama kamu.” Ucap Harry sambil menatap ku.

“Kalau gitu, kenapa waktu aku kepeleset didepan guru kamu malah ngetawain aku? Terus waktu aku gak sengaja buang gas di sekolah kamu malah pura-pura pingsan? Padahal kamu pernah bilang ke aku, kamu suka dengan aroma gas aku ini?” Kesal ku kembali teringat.

Lalu Harry membalas teguran ku,

“Yah udah, gak usah dibahas donk!”

“Gak dibahas gimana, aku udah sakit hati gini, kamu malah bilang gitu ke aku!” Aku kembali ngomel pada Harry.

Lalu Harry terlihat semakin kesal dan ia malah makin meninggikan nada bicaranya.

“Lho! Kok kamu jadi ngotot gitu sih?” Sentak Harry pada ku.

“Yah kamu juga ngapain pake marah gitu? Bukannya minta maaf!” Balas ku pada Harry.

“Trus, lagian, kamunya terlalu ngedesak aku!” Harry kembali menentang ku.

“Oh... jadi kamu nuduh aku gitu?” Aku kembali marah pada Harry.

“Uhh..capek Deh!” Gumam Dila.

“Diaaaaaam!!”

Tiba-tiba teriakan keras terdengar dan sempat mengehentikan pertikaian yang sedang berlangsung.

“Oke! Kita putus!” Aku kembali melanjutkan omonganku tanpa mempedulikan teriakan itu.

“Sejak kapan kita pacaran?” Harry bertanya dengan nada heran dan sedikit mengejek.

Aduh.. Aku mulai merasa malu dan dia tiba-tiba aku menangis dengan wajah sedih yang tak tertahankan, ku tinggalkan ruang UKS begitu saja.

“Riri!! Tunggu!” Sahut Harry sambil mencoba mengejarku. Tapi karena diriku masih lemas dan kurang bertenaga karena kejadian tadi di kelas, akhirnya dia tak bisa mengejar ku. Lalu saat aku keluar ruang UKS, Dilla mengejarku.

Ternyata entah aku merasa hubunganku dengan Harry itu bisa dianggap serius, tapi masalahnya Harry belum bisa menerima dengan begitu saja.

“Riri ngapain kamu di ruang laboratorium?” Tanya Dila sambil keheranan melirik kesekitar sudut.

“Aku ingin membuat percobaan ramuan supaya aku bisa buat Harry tunduk padaku!”Jawab ku dengan tegas, sambil menatap peralatan laboratorium.

Dilla menganggap pikiran ku sudah mulai ngawur. “Loh, kamu ini ada-ada aja dech!”

“Emangnya kenapa?” Tanya ku heran dengan nada jutek.

“Kita kan belum diajarin tetang ilmu praktek kimia di laboratorium kalee?”

“Oh.. iya,” Jawab ku malu-malu.

“Kamu jadi peing gitu sih?” Lontar Dila dengan heran.

Tiba-tiba saat aku membalikan badanku dan melirik pandangan ku tertuju pada Dila sambil mendekatinya dengan wajah harimau ku yang khas sebagai pelindung bagi diriku hehe....

“Heh..!! barusan kamu bilang apa?” Tanya ku sambil bertolak pinggang.

“Kamu peing!” Setelah Dilla selesai menjawab pertanyaan ku, dia langsung lari dengan sekencang-kencangnya untuk menghindar dari harimau yang sedang beraksi.

“Hei tunggu!!” Teriak ku dari kejauhan..

“Hey!! Awaaass!! Ada Guru!!”

Dengan kaget aku pun kembali berteriak pada Dilla.

Karena Dila hanya memandang pada ku, dan ia tidak mengetahui kalau didepannya itu guru yang sama tidak melihat kedepan, hanya melihat ke daftar nilai yang sedang dibawanya. Akhirnya mereka bertabrakan tepat seperti dugaan ku.

Brruggkkk!! “Mampus tuh!!” Aku tersentak. Astaga! Kaki guru itu, menendang kaki Dilla karena guru itu berbadan besar, sehingga Dilla melesat kearah ku. Dan akhirnya percis, aku terjatuh tepat dibadan Dilla.

“Owuch!!!! Sakit Kaaaaaa!”

Aku juga tampaknya mengalami cedera pada kaki ku. Akhirnya guru yang sudah bertabrakan dengan Dilla mencoba bangun dari lantai dan menghampiri aku dan Dilla yang sudah menyiapkan rencana untuk kabur dari hadapannya.

Lalu ku beri aba-aba siap untuk segera menuju ruang kelas.

“Siap...Go!!” akhirnya kami berdua melesat segera menuju ruang kelas.

Kemudian, esoknya seperti biasanya. sebelum pelajaran dimulai, guru yang kemarin kami tabrak, memanggil aku dan Dilla untuk segera keruanngannya. Apa yang terjadi?

Lalu aku dan Dila segera menuju keruang guru. Setelah tiba disana, guru itu menyuruh aku duduk dikursi depan meja kerjanya.

“Kamu Riri dan Dilla?”

“Ya, saya Dilla dan ini teman saya Harimau! Eh maksud saya Riri.”

Lalu aku cubit paha Dila. “Hey!”

“Ada apa?” Tanya guru itu

Lalu mereka berdua menjawab dengan bersamaan. “Tidak!’

“Baiklah, kalau begitu, ibu akan mulai. Begini, apa kalian yang kemarin menabrak ibu?”

“I..iya..” jawab ku sambil gemetar.

“Maaf bu! Saya gak sengaja kok..” Lalu omongan ku dilanjutkan oleh Dilla. Dan dilanjutkan kembali oleh ku.

“Iya bu!”

“Bukan, ibu malah berterima kasih karena kalian, paha ibu yang sedang keseleo, jadi sembuh sekarang..”

“Sumpeeh loh??” Kaget ku berubah menjadi bingung keheran-heranan.

“Husss!! Bener bu? Ibu gak salah?” Tegur Dilla pada ku dan ikut terheran-heran.

Akhirnya mereka pergi dengan wajah tenang sedikit ingin tertawa. Dan kami coba menemui Harry. Tapi sayangnya, saat aku dan Dilla pergi menuju kelas, kami tidak melihat adanya Harry di sana. Lalu kami menanyakan tentang Harry pada teman-temannya. Saat kami mendapatkan jawabannya, bahwa Harry belum datang juga. Setelah bel berbunyi, aku dan Dilla tampak cemas karena ia takut Harry kenapa-kenapa.

Setelah itu, guru bidang studi membawa Harry masuk kelas dan...

“Anak-anak, ini adalah pertemuan terakhir Harry dengan kalian dan ibu. Maka itu, kalian harus mendengarkan pesan yang akan Hary sampaikan.”

Aku dan Dilla begitu terkejut saat melihat Harry dengan kepala menunduk dan mendengar bahwa dia akan pindah sekolah sekaligus pindah rumah yaitu ke luar negeri karena ayahnya ada tugas di Semarang. Tetapi, sebenarnya, Harry bisa juga lebih lama disini, karena dia sudah bosan bertengkar dengan ku, maka ia memutuskan untuk pindah saja.

Dan kabar baik aku dan Dilla menjadi kabar yang sia-sia. Lalu aku dan Dilla menghampiri Harry.

“Har! Dengerin aku, aku tau kamu udah bosen ngeliat aku marah ke kamu terus kan? Jawab Har! Kamu tega! Aku pikir kamu adalah orang yang kuat tapi ternyata...aku salah! Plisss Har! Jangan pergi! Maafin aku...”

Ku paksa sambil memegang tangannya dengan air mata yang menetes dan berharap Harry dapat mencabut keputusannya itu. Tapi, terlanjur Harry sudah tak mau melihat wanita pujaannya itu begini.

Lalu Harry pergi keluar kelas dan...

Ku tak kuat menahan tangisku yang begitu kehilangan sahabat pelampiasan amarah ku yang kini akan pergi jauh. Akhirnya aku terjatuh kelantai dan pingsan tak sadarkan diri. Dan guru mencoba membawa ku keruang UKS untuk mendapatkan perawatan.

Sementara itu, Dilla mencoba mengejar Harry yang tak jauh dari kejarannya itu. Setelah Dilla berhasil mencegatnya, “Har! Kamu gak kasian sama Ika? Gitu-gitu juga, Riri merasa bahwa kamu itu udah resmi jadi pacarnya! Kadang-kadang dia juga punya rasa kasihan dan kamu udah buat dia sedih!”

“Tapi aku udah nggak mau ngerepotin kalian berdua!” Harry juga menangis dan mencoba menahannya.

“Itu kata kamu karena menurut kamu Ika itu selama ini direpotin sama kamu! Yang ada kamu sam dia itu, paling sering berantem! Udah akur-akur mesra, eh jadi berantem lagi!”

“Harry!! Ayo nak, sudah siang!”

“Gue harus pergi La!”

“Ta..ta..pi Har!” Dilla tak bisa lagi mengejarnya karena Harry sudah terlanjur menaiki mobilnya dan siap berangkat menuju bandara.

Setelah kejadian itu, aku mulai menjadi seorang yang penuh kemarahan seperti pertama aku masuk ke sekolah ini. Aku menjadi seorang yang penuh emosi, masalah sedikit saja, ku anggap dengan serius. Itulah sifatnya yang suka berubah-ubah. Lalu Dila mencoba memberi saran pada ku agar dapat menemui Harry.

2 komentar:

Bagaimana komentar Anda?