Senin, Mei 25, 2009

Diary Kelabu

Karya : Hesti Dwi Savitri

Kelas:XI Bahasa

Malam itu adalah malam yang paling gelap dari malam-malam yang pernah ada. Langit tertutup kabut hitam yang pekat. Ranting-ranting diterpa hembusan angin yang dingin. Tak ada seekor binatangpun yang keluar malam itu. Bahkan untuk binatang malam seperti kelelawar atau burung hantu sekalipun. Dunia seakan berhenti berputar pada angka 12 yang sunyi. Hanya kabut-kabut hitamlah yang turun dan bertebaran di jalan-jalan yang sepi.

Diantara rumah-rumah yang seolah tak berpenghuni, ada sebuah rumah dengan cahaya kecil di salah satu bagian yang bercahaya di rumah yang hampir gelap itu. Rumah itu adalah sebuah rumah berarsitektur kuno yang sedikit terisolir dan terletak di dekat sebuah kebun yang gelap dan tak terurus. Hanya pohon-pohon besar yang sudah tua dan semak belukar yang tinggi lah yang menjadi penghuni kebun itu. Dan dari sebuah ruangan yang dekat dengan kebun angker itulah cahaya kecil itu menyala.

Setelah dilihat lebih dekat, ada seorang gadis berpiyama biru tengah duduk di depan jendela kamarnya yang langsung menghadap ke kebun itu. Ternyata dari kamar gadis itulah cahaya itu berasal. Gadis itu menengadahkan wajahnay ke atas seolah ada sesuatu –yang biasa muncul diatas sana- yang sedang ia cari. Sementara itu sebuah buku bersampul biru dengan lembaran-lembaran bergambar bunga mawar biru tengah terbuka begitu saja ditangannya. Ada baris tanggal dan bulan yang disisipkan di sudut lembaran kertas yang terbuka itu.

Setelah lelah menengadahkan kepalanya ke atas dan menunggu yang tak kunjung muncul, akhirnya dengan helaaan napas yang berat ia mulai menaglihkan pandangannya pada lembaran buku birunya yang masih terbuka. Kemudian gadis itu pun mulai menuliskan sesuatu :

Dear diaryku yang biru…..

Yang selalu setia mendengar curhatanku

Dan menyimpan semua rahasiaku.

Rahasia dari seorang gadis kuat

Yang berhati rapuh……

Malam ini bulan yang kutunggu tak kunjung menampakkan dirinya dihadapanku. Padahal aku sangat merindukan cahayanya yang mampu mengobati duka dihatiku. Apakah ia tahu kalau hari ini aku dipecundangi sehingga dia tak mau meliahtku?

Diary, aku tak tahu harus kubawa kemana hatiku yang telah hancur ini karena pengkhianatan dari seorang sahabat yang kupercayai. Betapa teganya dia membuka rahasiaku di depan orang yang kusukai. Padahal kami sudah berjanji akan selalu menjaga rahasia kami walau apapun yang akan terjadi.

Diary yang telah menyimpan berpuluh-puluh nama Rama dan Mitha dalam lembaran-lembaran hidupku yang biru ini, kau tahu bukan bahwa tidak ada lelaki lain yang kucintai selain Rama, dan tidak ada orang lain yang sangat kupercaya selain Mitha. Mereka berdua adalah orang terpenting dalam hidupku setelah keluargaku. Dari merekalah aku belajar memahami kehidupan, dan dari Mitha lah aku belajar memahami arti sebuah kepercayaan. Tapi siang itu….,siang itu…..dengan mudahnya Mitha mengatakan bahwa Rama sudah mengetahui semua rahasiaku. Seketika itu aku aku merasakan kakiku tak lagi berpijak, tubuhku terasa lemas seiring menghilangnya kekuatan kepercayaan dari tiap sum-sum tulang dan aliran darahku, dan kemudian sebuah palu godam penkhianatan menghantam tubuhku hingga aku terhempas dengan keras dan hatiku pun hancur berkeping-keping.

Diary, untuk pertama kalinya aku menangis menahan kepedihan hatiku dihadapannya. Aku berusaha untuk kuat dan tetap tegar agar bisa mendengar penjelasannya yang mungkin bisa sedikit meringankan rasa sakit ini. Namun apa yang kudapat?! Palu godam kedua kembali menghantamku dan tak memberiku kesempatan untuk bangkit kembali. Aku terhempas ke dalam lubang kekecewaan yang amat dalam dan menyakitkan Mitha malah menyalahkanku karena aku terlalu pengecut untuk menyatakan perasaanku pada Rama. Dan di akhir gerutuannya Mitha mengatakan bahwa seharusnya aku berterimakasih padanya karena telah membantuku menyampaikan semuanya pada Rama.

Oh…..sahabatku yang baik hati dan sangat kupercaya, tega-teganya dia menuntut tanda terimakasih dari semua rasa sakit yang ia torehkan padaku. Betapa mudahnya dia menilaiku serendah itu. Dimanakah sahabat baiku yang kukenal selama ini?! Tidak ingatkah ia pada janji persahabatan yang telah kami buat dulu bahwa besar atau kecilnya rahasia yang kami miliki, kami tidak boleh mengatakannya pada siapa pu, sekalipun itu pada bayi yang baru lahir dan belum mengerti apa-apa tentang rahasia.

Diary, rahasiaku memang bukan rahasia besar yang patut dipertahankan hingga tetes darah penghabisan. Rahasiaku adalah rahasia biasa yang juga dimiliki oleh setiap oaring yang pernah memendam perasaan pada orang yang disukainya. Akan tetapi besar kecilnya rahasia, berharga atau tidaknya untuk dijaga, semua itu bergantung pada seberapa kuat kepercayaan yang dipertaruhkan di dalamnya. Aku menangis karena setengah kepercayaan yang susah-susah kubentuk kini telah hancur. Aku kecewa karenayang menghancurkannya adalah Mitha, sahabatku sendiri. Tidakkah Mitha tahu bahwa pangkal kesedihanku ini bukanlah rahasia itu, tapi kepercayaan yang kuberikan padanya seolah menguap begitu saja dari pikirannya.

Diary, ada orang yang pernah berkata padaku bahwa menghancurkan kepercayaan bukanlah sesuatu yang sulit, dan membangun kepercayaan itu bukanlah sesuatu yang mudah, tapi yang terpenting dan terberat dari semua itu adalah menjaganya, menjaga kepercayaan itu agar tetap hidup. Tidakkah ia tahu semua itu? Padahal….dari Mithalah aku mempelajari semua itu.

Diary, sekarang aku tahu bahwa waktu telah mengubah Mitha menjadi orang asing. Aku tak lagi mengenalnya. Aku tak tahu siapa gadis yang selalu duduk disampingku itu. Aku tak tahu bahwa nasib telah membawa seorang pengkhianat kepadaku. Tapi yang ku tahu sekarang hanyalah bahwa hanya Tuhan sajalah yang lebih pantas mendapatkan segenap kepercayaan dari kita. Hanya pada Tuhanlah seharusnya kita mengadu.dan menyerahkan semua rahasia kita karena hanya Dia lah yang Maha Mengetahui segala rahasia yang ada di dunia ini. Maafkan aku ya….Allah karena terlalu mengandalkan semuanya pada makhluk ciptaan-Mu.

Tapi diary, apakah harapanku tentang sahabat sejati telah berakhir?! Apakah aku takkan lagi bisa mendapatkan sahabat, ng….tidak, tapi teman, teman yang dapat kuberi kepercayaan meski tak sebesar kepercaan yang pernah kuberikan pada Mitha?! Entahlah…..aku tak tahu. Tapi yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berharap, berharap orang yang bisa kupercaya itu ada. Aku berharap suatu saat nanti akan datang seorang teman yang baik, yang bukan hanya bisa kupercaya tapi juga bisa menepati janjinya. Aku berharap orang itu bisa memahamiku sehingga dia takkan salah menilaiku atau pun menilai cintaku, dan juga segala hal yang kulakukan. Aku berharap dia takkan mengecewakanku dan mengkhianatiku. Aku juga berharap dia takkan mengataiku pengecut meski kadang aku sedikit penakut. Tapi aku juga lebih berharap dia bisa lebih jujur dan tulus dalam berteman denganku. Aku berharap…….aku berharap……..semua itu akan terjadi………

Perlahan gadis itu mulai memejamkan matanya. Pena biru terlepas dari tangannya. Dan tak lama kemudian gadis itupun terlelap bersama asa yang masih tertinggal dalam tiap baris buku biru yang kelabu. Ada setetes bening kecil di sudut matanya yang tak terjatuh. Hanya bening terakhir itulah yang tersisa dari segala kepedihan yang ia rasakan hari ini.

Malam pun kian pekat. Kabut hitam semakin tebal. Dan dunia pun semakin larut dalam kegelapan. Akan tetapi tak selamanya gelap itu ada. Akan tiba masa dimana langit kan cerah, kabut-kabut hilang dan berganti dengan cahaya matahari yang terang. Ketika seseorang menghadapi masa tergelap dalam kehidupannya, maka sesungguhnya ia telah dekat dengan kebahagiaan. Itulah kehidupan.

****

Type equation here.

Sabtu, Mei 23, 2009

peRAng duNia KEtiGA = kenYattaAn





hiks....
hiKS........
TEmeND2 paDA LiaT beRIta DI tv DAN meDIA2 laInyA ga ????
sEKARANG beRIta PAlING haNGAt TuH beRIta teNtaNG peRANG DUNIa KETIga YAnG SEMAKIN meNjaDI keNyaTAAn DI jalUr gazA......

BEtapa sediHnYA kiTA seBAgai uMAt MAnusia ciPTAan TuHAn (aLLAH swt)
saudarA2 kITa di PAlestiNA, SedaNg di CoBA OLeH ALLah SwT.....
BAnGSa terkuTuK tuRuNAn iBlis sedaNg membAbi bUTa.....
MEmBanggaKAn diRiNYA sebagaI neGAra TErkUAt YAng biSa MEnAkLUKAn siaPApUn....
membunuH anaK2 yang tak berdosa, MEmbuNuH para istri YAng sedaNg BerbakTi PAda suaMinYA......
isRAEL, NEgara YAng terbenTUK Dari oRAng2 YAhuDi YAng iNgin MEmerDEkaKAn DIrInya,DIBANtU oleH InGGRIS DAn aMERIka, ISrael BiSA meRDEka DAN meNjaDI neGARA...
DARI TAnah Negeri PAlestiNA.....

isRAeL.....
BEtaPA mUAknYA saYA MEnDenGAr NAma iTu.....
Atau mungkin KAliaN juGA muAk ????
YA,..... MEmaNg indonesiA juGA muaK MELihat tiNGKAh NEgara YAhudi iTu....
buktinYA indoNEsia tiDAk MEnGAdakaN huBuNGAn dipLoMAsi DenGAn NEgara YAng satu iTu.....




isRAeL...
DenGAn BAnGga MEmpoRak pORAndakaN NEgeri PAlestiNA....
Bagai virus Hiv YAng PELAn2 mEngeroGoTi NEgeri PAlestiNA hiNGga seperti sekaRAng....

aKu jUGa benci PAda GEorge BUsh Presiden AmerikA YAng TELAh MEmbAntu NEgara isRAeL....GEoRge buSh HarusNYa tau diRi...dunia bukan LAh TEmPAt untUk dikuAsai....

aH naFsuKu Semakin menggebu jikA terus MEmbicaraKAn MEreKA.....




tertaWa menaNg

LiHAtLAh !!!!!!
KaU teteSKAn AiR MAta BAhagia DaLAm DuKA
aYAh,iBu, KAkaK, AkU guGuR
AkU MEnAngis KArna BAhaGia,
aYAH, iBu, KakaK, AkU TeLAH gugUR

ALHAmduLiLAh
impiAN SemUA UMaT ALLAh teLAh aKu CApai
aKu bisa GuguR daLAm KEadaAn jiHAd
betaPA nikMAtnya saaT SeTAN2 tErkuTuK iTu MeNEmBAkan timah PAnaS tepaT didadAku
seRAsa aKu oRAng PAling BAhagia seduniA
BETaPa nikMAtnya KEtiKA MEliHAt LEdaKAN api, MEMunsnahKAn JasAD aYAh DAn iBukU
taK LuPA KuuCapKAn "robigfiRLi waliwalidaya warhamhuma kama robayani shogiRo"
betapA nikmaTNYA KetiKA meLihat jasaD KAkakU BErsiMBAh DAraH sambiL memegangi piSau keciL di Tangan kanaNnYA

setAn- setan itu akaN MEnYESaL
MEmbUAt KAmi MAti jiHAd
SeTAn- setan iTu Kan MEnangis, KEtika Semua UmaT ALLAh diBEraNgKAtkan OLEh MEreKA ke suRGA,

duniA akan menjadi miliknYa
istana di Bermuda akaN dipindaHKAn ke yerusaLLem
Khusus BUAt baginDA george BUSH
dunia Kini miLikNYA

tapi kini lihaT !!!!!!
dia kesepiAn tanpa umat musLim di duniA
taK Ada LAgi ORAng- orang yang bisa mereka perangi LAgi
Roket-roket dahsyatNYA tak bisa digunakan laGi
senaPAn-senapanya tLah lama disimPAn di guDAng,

maka muncuLAh niAt UnTuK menyuSuL umat muslim MEninGGaLKAn BUmi
menuJU AlaM YAng lebiH KekaL,


eiTs....
Tapi maaF bUng......
suRGA tLah PEnUh,

bermukim saja di neraka, tempaT Yang LuMayaN PANAs,
Ya MuNgkin sedikiT LEbiH PAnas diBAndiNg rudaL-rudaL Yang menghancurKan raga Ku,

tapi tenang, jika kau hauS,
sudah kusediakan Jus sPErma BuaTAn KU sendiRi
MinUm LAh SaYAng....




obsesi oRAng NAiF

waKtu Terus BerdeTAk
bumi Terus BErpuTar
aKu NaiF ingiN semPuRNa

tik-tak-tik-Tak-tik-Tak
aKu TakkaN serUPa
seKaraNg BUKAn BesOk
ApaLAgi KEmaRiN


tik-tak-tik_tak-tik-TaK

ingiN sekaLi MeruBah kodraT
MEngUBah hiTAm MenJadi puTiH
menGubaH TerLAlu MenJadi cukup

Dan
MEnGUBah AkU MEnJAdi SaYA

tik-Tak-tiK-Tak-tik-TAk
Waktu Terus BerdeTak
bumi TeruS berpuTar
DesemBEr T'Lah uSai
bUKan pertAnda oBSesiKu LEnYAp Ke Negeri AntaH BEraNTAh

tik-tak-tik-tak-tik-tak

PermULAaN

Bersemi LAgi sang bUNGA tULip
terhenti tangis mengiring duKA
LAngiT menduNG segera siRNA
aku BerdiRi SenYuM terkemBAng

KUnCi HaraPAn t'LAh kuTEmukaN
MEnuJu SuRGa seLAngKAh LAgi
KuCuRKAn PElUh DAri tubuHkU
Tak Sia-siA aKu BErJUANg

ini SebUAh SupLEmen kehiDuPAn
MEngiSi rUAng KosoNg DAri kenaIFAn
TerjaTuH LALu baNgkiT LAgi
siaP berJUAng Demi SeoRANg WaniTA

3 tiTiK berharap DapaT cinTA

3 titiK BErdereT RApIH
MembEnTUK SuaTu bidaNg daTAr
Garis SeLAraS BErSeNtUHAn
TaK Ada CoreTAn YAng KuPiLiH
KArNA SeMUA iTu SaMA SaJA

AKu berdiRi Di TiTik ini
LaLu MEnaTAp titiK iTu
MungkiN YAng Lain KAn MEnaNgis
HancuR BAtiN TAk TerjAmaH

BuKAn TAkdiR, hiAsi TAngis
BuKAn pilIHAn TANPA taWA
SuaTu SaaT 3 titik TereLiminAsi
HiNGga SepasaNg ObJeK YAng tersisa
Dihiasi SenyuMAn tuHAn



hanYA aKu dan tuhan

diiringi do'a do'a yang memekik
tuhan berikan aku cinta
tapi bukan cinta ini

bersenggama dengan masa
menjerit-jerit dibalik dosa
tuhan berikan kami jalan
berikan kami jalan lurus
karena persimpangan itu membingungkan
selalu tersesat dan tersesat
hingga kembali lagi ketempat yang sama
ke tempat yang tak selayaknya aku berada


anDai aKu seekOr reptiL

anDaikan aku seekor reptiL

Aku PAsti takkaN pernah berada di lOrong "kotor" ini
lorong sejuta sikSa yang membuat semilyar duka

tapi aku bukan reptiL



siKluS aLAm

mentari itu terbit dari timUr
dan perlahan menerangi jagad raya

mentari itu tenggelam di baraT
dan membuat duniA meredUp

mentari terbit lagi dari timur
dan perlahan menerangi dunia

mentari akan tenggelam di barat
dan membuat dunia meredup

sebuah siklus dari aLAm


seLAtan / utaRA



menengok ke utaRA
LAlu BErlaRi keseLAtaN

pUtar baLiK, lALu ke UTAra LAgi
ingin ke utarA ta pi selaTAn menaNti
di UTAra aKu kaYA
di selaTan aku beRwibaWa

piLih selaTAn ataU utaRA ??
jiwa PiliH seLAtan
otaK pilih UTara

piLih selaTAn aTAu uTAra ???

Kamis, Mei 14, 2009

Sebuah Janji

Karya : Siti Rohmah Maryani
Kelas : XI-Bahasa

Bel terakhir telah berbunyi tepat pada pukul 14.00 siang. Sekolah sudah mulai ramai kembali. Dengan begitu semangat, siswa-siswi SMA Harapan Bangsa berbondong-bondong manuju gerbang sekolah yang dibukakan oleh sang penjaga sekolah, dan mereka saling berebutan menaiki angkutan kota yang siap melaju dalam segala cuaca. Kebetulan, pada hari itu hujan sangat deras.

Kini, sekolah mulai sepi tanpa siswa-siswi yang senantiasa meramaikan sekolah itu. Tapi, terlihat tiga orang anak yang sedang asyik bermain-main di koridor dengan air hujan yang menghujani seluruh tanaman di sekolah itu. Mereka adalah Liyana, Nayla, dan Hylman.

Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka adalah sahabat yang paling kompak dan ideal. Karena, mereka berjiwa besar, suka saling menolong dalam menghadapi suatu masalah yang jika menimpa salah satu dari mereka. Jadi, persahabatan mereka patut diacungi jempol.

Tiba-tiba, ponsel Nayla berbunyi karena ada pesan baru yang masuk. Dia pun langsung membuka pesan baru itu dan membacanya. Lalu, dia berteriak memanggil kedua temannya, “Temen-temen, ada yang ingin aku sampaikan pada kalian!”

Kedua temannya itu langsung menoleh ke arah Nayla dan menghampirinya. Nayla pun berkata, “Temen-temen, maaf ya, aku harus segera pulang. Karena pacarku sudah menunggu di gerbang sekolah.” Nayla mengatakannya dengan wajah yang penuh dengan penyesalan. Maklumlah, dia adalah anak yang paling lembut dan manis diantara mereka bertiga. “Gak apa-apa kan?” Nayla melanjutkan perkataannya.

“Ya, gak apa-apa. Kita bisa pulang berdua kok.” kata Liyana.

“Ya, bener! Tenang aja lagi, kita kan sahabat yang harus saling pengertian dan saling menghargai setiap keputusan temennya.” kata Hylman dengan bijaknya. Meskipun dia adalah laki-laki yang ada di antara persahabatan itu, dialah yang memiliki rasa sayang dan rasa tenggang rasa yang lebih terhadap teman-temannya.

Nayla pun meninggalkan kedua temannya. Meskipun terlihat kesedihan di wajahnya yang lembut itu. Tapi, tak lupa dia juga selalu menjabat dan melanbaikan tangannya kepada sahabatnya ketika dia pergi.

Suasana sekolah menjadi semakin sepi ketika Nayla pergi, kecuali hujan yang bergemuruh dan semakin deras menghampiri mereka. Tak lama setelah itu, Liyana berencana untuk pulang. Dia berkata sambil menarik tas yang senantiasa berada di punggung Hylman ke dalam langkahnya, “Man, kita pulang yuk! Hujannya semakin deras nih. Aku takut kesorean, dan aku udah janji sama orang tuaku untuk tidak pulang sore.”

Hylman terdiam dan berhenti dari langkahnya. Dia melepaskan genggaman tangan Liyana dari tasnya. Tapi, dia malah terlihat murung ketika ditanya oleh Liyana. “Ada apa? Ayo, kita pulang.”

“Tidak.” jawab Hylman dengan pelan. “Aku ingin, kamu jangan pergi. Cuaca masih hujan. Jangan pergi dariku, Liyana.”

“Kamu kenapa, Hylman? Kenapa kamu manghalangiku untuk pulang? Hari sudah sore, kita harus segera pulang. Mungkin orang tua kita mengkhawatirkan kita. Dan aku tidak bisa memberikan alasan yang tidak jelas kepada orang tuaku kalau aku pulang sore. Ayo pulang!”

Hylman terlihat lebih murung dan tidak bergerak sedikitpun dari pendiriannya. Liyana pun kesal dengan sikap Hylman yang tidak biasanya itu. Dia pun melanjutkan langkahnya. Tapi, terdengar suara orang yang sedang berlari di belakangnya. Ketika dia menoleh, ternyata Hylmanlah yang berlari ke tengah hujan di lapangan. Liyana pun berhenti dengan seketika.

“Liyana, jangan pergi.” teriak Hylman. “Aku menyukaimu. Jangan pergi, Liyana!”

Liyana terheran-heran, kenapa temannya bisa bersikap seperti itu. Dia merasa pusing dan membalikkan badannya dari Hylman, dan berjalan kembali.

“Liyana…”

BRUK.

Liyana kembali terhenti, dengan seketika pula dan tanpa berfikir panjang dia berlari menuju Hylman yang tergeletak di tengah lapangan. “Hylman, kamu kenapa? Bangun!” kata Liyana sambil membangunkan Hylman. Dia takut jika terjadi sesuatu terhadap temannya itu. Dia terus membangunkannya, tapi Hylman tak kunjung bangun. Tanpa terasa Liyana mengeluarkan air mata dan berkata, “Hylman, ayo bangun! Aku takut terjadi apa-apa terhadapmu. Aku juga gak bisa pulang sendiri. Wake up, Please!” kata Liyana sambil berdiri dan membalik badan.

Tiba-tiba, Hylman bangun dan langsung berdiri tepat di depan Liyana. “Yeah, ternyata Liyana mengkhawatirkanku… Asyik-asyik.” katanya dengan senang. Tetapi, setelah melihat wajah Liyana yang murung dan sedih, di berkata, “Maaf, aku tidak bisa menutup-nutupi perasaan ini lagi. Aku sayang padamu. Jadi, apakah kamu bersedia menjadi pacarku?”

PLAK.

Tangan Liyana melayang di pipi Hylman. “Bodoh. Apa yang kamu lakukan, heh? Bikin orang shocked saja.” Kata Liyana setelah menampar Hylman. “Maaf, aku harus segera pulang. Oh ya, untuk kalimatmu yang terakhir, aku tidak bisa melakukannya. Karna, kamu juga tahu perjanjian yang udah aku buat dengan keluargaku. Dan mungkin kamu harus mengerti posisi aku sekarang, OK!” kata Liyana sambil berjalan meninggalkan Hylman.

Setelah Liyana menjauh, Hylman berteriak dan berkata, “Kenapa? Apa aku salah jika menyukaimu?”

“Tidak! Selain itu, aku tidak mau persahabatan yang selama ini kita bangun rusak begitu saja. Aku tidak mau itu terjadi. Udah ya, bye…” jawab Liyana yang terus menjauh dari Hylman sambil melambaikan tangannya.

Hylman terdiam membisu dan terpuruk dalam penyesalannya dengan dihiasi kelamnya hujan di hari itu. Kini, dia menyadari bahwa persahabatan adalah sebuah kekekalan yang tidak akan hilang, dan seorang sahabat adalah permata yang paling terindah yang pernah dimiliki oleh seseorang.

***

My Poetry

Karya : Siti Rohmah Maryani
Kelas : XI-Bahasa


Hariku

Ku buka kelopak mataku

ku kedipkan

silaunya cahaya yang terpancar

menembus jendelaku

Suara bergemuruh

keras…

bising di telinga

seperti tak peduli menyambut hari

Dengan tergopoh-gopoh

dan tak kenal diri

aku pergi menelusuri hari

Rindu Masa Itu

Masih teringat di benakku

untaian masa lalu yang indah

bersenandung luka

di atas hamparan dunia

Ku dengar kicauan burung

merdu di telinga

membangunkanku akan masa silam itu

yang selalu mengiringiku di manapun aku berpijak

Ku pandang luasnya rumput-rumput yang menguning

mengingatkanku pada keEsaan-Mu

yang melebihi indahnya pandanganku kini

Sang surya menghangatkan tubuh

menenangkan jiwa dan asa yang sendiri

Tuhan…

hembuskan secercah kebahagiaan

untuk mengukir masa indah itu kembali

Menuju Cahaya-Mu

Di tengah keramaian dunia

ku duduk termenung membisu

diiringi dinginnya tiupan angin

dan hangatnya mentari pagi

Hatiku sunyi sepi dalam lantunan lagu

yang terasa tak terdengar lagi di sela-sela gendang telingaku

hanya kicauan burung yang terdengar begitu lembut membelai kalbu

Ku ingin diri ini bagai semut merah

yang berbaris di hamparan panasnya tanah semen

dengan menantang kerasnya, kasarnya, dan likunya jalan di hadapnya

tanpa berhenti

hanya untuk menuju cahaya-Mu

Indah

Tak terasa semua habis

semua kering, berantakan tak beraturan

bagaikan hati yang bahagia

Aku merasa berat untuk berdiri

berjalan dan berlari

aku lumpuh tak berdaya

Tangan-tangan kering kaku

berbau tak berupa

terbujur menengadah ke atas langit yang tak berujung

tak berarti

Kini deburan ombak membasuhiku

lembut mewangi tertiup angin

membawa aku ke tempat yang indah

agar aku tak terjaga

Curahan Hati

Dunia…

begitu menyiksaku

semua seakan benci akan diriku yang serba kekurangan

menjauhiku seperti orang menjauhi sebuah tong sampah yang jijik

dan tak memperdulikanku

Semua begitu menyakitkan

membuat hatiku remuk bagai terlindas mobil truk

hancur tak tertata lagi

seakan mati tak bernyawa

Hari-hariku semakin sepi

tiada teman di sekelilingku

menghiburku dengan gangguan yang menuju diriku

Tapi kini…

semuanya hilang bagai ditelan bumi

yang tak akan kembali lagi ke hadapanku

Terima kasih dunia…

Mimpi Buruk

Oleh : Siti Rohmah Maryani
Kelas : XI-Bahasa

Malam ini aku sangat capek. Ku rebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Karena sejak tadi siang, aku begitu sial. Aku harus mengulang kembali makalahku yang tidak diasese oleh guruku. Ugh, aku sebal banget.

Aku menerawang lagi kejadian tadi siang meskipun aku merasa pusing tujuh keliling. Ada sesuatu yang ku ingat, yaitu ketika aku bertabrakan dengan cowok yang aku tidak kenal. Memang dia memakai seragam yang sama denganku. Tapi, sepertinya dia anak baru di sekolah, karena wajahnya begitu asing buatku. Masak, aku yang udah hampir dua tahun tidak mengenali wajah-wajah kakak maupun adik kelasku sendiri. Waktu itu, semua buku-bukuku berjatuhan ke tanah. Aku berusaha untuk mengambil buku-buku itu. Tapi, ketika aku sadar, cowok yang menabrakku malah tidak mengacuhkanku. Dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk meminta maaf padaku. Aku berfikir bahwa dia adalah cowok yang super-duper cuek yang pernah aku temui selama aku hidup di dunia ini. Dan dia adalah cowok yang tidak berperikemanusiaan, dia tidak bisa menghargai wanita. Yang paling penting, dia yang telah membuat makalahku tidak diasese gara-gara telat beberapa menit.

Sepanjang malam aku terus berceloteh pada cowok yang menabrakku tadi siang. Aku sudah merasa pusing dengan semua yang dibuatnya. Aku pun mengambil wudhu dan pergi untuk tidur.

Aku berada di koridor depan kelasku. Awalnya, aku tidak sadar dengan keberadaanku. Aku pun menelusuri tiap ubin koridor tersebut mencari teman-temanku. Ku buka pintu kelasku. Ternyata nihil. Di kelas tidak ada siapapun. Aku kembali ke koridor dan duduk di pinggiran koridor. Aku bosan menunggu orang-orang yang tak kunjung datang.

Aku bangkit dari dudukku. Remang-remang aku mendengar sebuah panggilan yang kian lama kian mendekat. Aku terus mencari sumber suara tersebut. Tiba-tiba, kepalaku terasa pusing, sehingga aku ingin kembali ke kelas. Tapi, ketika aku berbalik, aku menatap seorang cowok di depanku. Tanpa ada komando, hatiku langsung bergemuruh, terasa seperti desiran air yang mengalir begitu cepat di hatiku. Aku tidak mengerti dengan perasaanku. Kenapa aku seperti ini? Aku tidak dapat bergerak sedikitpun. Kebekuan yang aku rasakan di sekujur tubuhku. Bibirpun tak dapat berucap. Perasaan ini begitu membingungkanku. Getaran yang dihasilkan oleh tubuhku begitu kencang. Sangat berbeda dengan aku ketika berada di depan kelas. Biasanya hal seperti itu yang sangat mendebarkan. Tapi, kenapa aku hanya menatap orang ini, aku seperti orang bodoh yang disodorkan dengan pertanyaan yang sangat sulit. Begitu mendebarkan.

”Hai. Kamu Mira kan?”

Kenapa orang ini tahu namaku? Padahal, aku tidak mengenalnya. Dan kenapa wajah ini mirip sekali dengan wajah yang menabrakku itu ya? Aku bingung.

”Maaf. Kamu Mira, bukan?” tanyanya lagi.

”Iya. Emangnya kenapa? Kamu tau dari siapa namaku?” jawabku ketus.

”Kamu masih ingat aku, nggak?”

”Nggak!”

”Kita adalah teman karib waktu SMP. Kamu sudah lupa ya?”

”Mungkin!” lagi-lagi aku menjawab dengan tak acuh.

Seketika dia terdiam. Aku semakin tidak mengerti dengannya. Kalau memang dia sobat karibku, kenapa dia tidak mencoba meyakinkanku sekali lagi. Kenapa dia diam? Dan kenapa dia menunduk tidak menatapku lagi?

”Hei. Kamu adalah orang yang menabrak aku waktu itu kan?” tanyaku.

”Kamu masih ingat ya? Syukur deh. Karna aku tak perlu capek-capek lagi menjelaskannya padamu. Asal kamu tau, aku berdiri di sini, di hadapanmu, aku …”

”Eh.. tunggu-tunggu. Kamu tuh banyak bicara juga ya?! Ya udah, buruan kamu mau ngomong apa? Jangan muter-muter ke Amerika dulu.. Ugh..” kataku tak acuh memotong pembicaraannya.

”Baiklah. Aku hanya ingin …”

”Minta maaf?!” potongku lagi.

”Iya. Tapi, ada satu lagi yang harus aku katakan padamu. Sejak SMP, aku suka sama kamu. Aku …”

Setelah kalimat itu, aku tak mendengar apapun lagi. Sebuah kalimat yang mengingatkanku pada sesuatu. Yaitu, sebelum kecelakaan itu terjadi.

Sepulang sekolah, seperti biasa aku bersama teman-teman pulang bersama. Waktu itu, aku dengan teman-teman bergegas ke luar gerbang lantaran ingin nonton bareng di rumah salah satu temanku. Dia adalah Dina, anak yang sangat suka mengoleksi film-film baru. Kebetulan, aku juga suka film.

Saat itu, di depan gerbang telah terlihat angkot berjajar di pinggiran jalan raya. Ada yang mengarah ke timur dan ada yang ke barat. Arah rumah Dina adalah ke barat, otomatis kita harus menyebrang terlebih dahulu. Kami pun mulai melangkahkan kaki ke hamparan aspal yang panas karena terkena sinar matahari. Samara-samar aku mendengar seseorang memanggil namaku.

”Mira… Aku suka kamu…!” sebuah teriakan seorang lelaki yang telah menghentikan langkahku saat aku tepat di antara dua arah yang berlawanan yang ramai dengan kendaraan bersimpang-siur itu. Teman-temanku telah ada di seberang sana, aku pun melangkahkan kakiku kembali. Tapi, saat itu …

”MIRA…”

Teriakan yang begitu keras dari seluruh arah tertuju padaku. Suara bising klakson di mana-mana. Aku kehilangan arah. Aku pun sempat menoleh ke arah belakang. Dari belakang terlihat sebuah truk yang sedang melaju menuju hadapanku. Dalam hitungan detik semuanya terasa sepi tak bersuara. Tubuhku terasa ringan tanpa ada gravitasi yang menarikku, melayang entah kamana.

Kini, suara laki-laki yang ada di hadapanku mulai terdengar lagi. Kepalaku terasa sangat berat. Tapi, ku coba untuk bertahan.

”Mir, dulu aku pernah menyatakannya padamu. Tapi sejak saat itu, aku tidak berani lagi berada di sisimu. Karna, aku yang telah menyebabkanmu mengalami kecelakaan itu.” katanya dengan suara yang parau. ”Mir, aku minta maaf dengan kejadian itu. Aku ini pengecut, meninggalkanmu tanpa tau kabarmu bahwa kamu menjalani terapi di luar kota. Sejak saat itu, aku sangat tersiksa. Sekali lagi, maaf…” lanjutnya.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Semuanya membuat kepalaku jadi tambah pusing. Aku ingin marah pada orang ini, tapi entah mengapa kemarahanku tidak muncul. Sebenarnya, aku sangat membenci dia. Dia telah membuat sebagian dari memoriku hilang akibat kecelakaan itu. Selain itu, dia yang menyebabkan aku dimarahi oleh guru favoritku. Kenapa semua ini terjadi? Aku sudah menikmati hidupku yang sekarang, tanpa masa lalu hidupku terasa nyaman. Meskipun dulu selama satu bulan, aku tersiksa di rumah sakit dan pindah sekolah.

”Adi…” terdengar suara panggilan seseorang di belakangku.

Seketika orang yang di hadapanku menghilang menuju gadis yang memanggilnya barusan. Mereka berdua pun telah pergi entah kemana. Kini tinggal aku sendiri menyepi. Mengeluh dengan semua yang terjadi. Kepalaku kembali terasa pusing.

Tiba-tiba, sebuah kilatan menghampiri pandanganku. Aku pun segera membuka kedua mataku, dan kembali menatap dunia nyata yang kini aku yakini. Tentang masa lalu yang kembali hadir dalam mimpiku, membuat semaunya menjadi jelas akan hidupku. Dan aku akan terus menggapai segala yang menjadi keinginanku di masa kini. Masa hidupku yang baru, yang penuh dengan warna-warni kehidupan yang senantiasa mengiringiku kemana pun aku melangkah.

***


Selasa, Mei 12, 2009

K E T I K A

NAMA : FITRIA VITAMAYA
KELAS : XI-BAHASA

Ketika sinar surya mulai menyapa
Gairah jiwa mulai memanggil
Semangat jiwa mulai terasa
Membakar gejolak jiwa yang membara
Ingin segera menikmati indahnya hidup ini
Ketika angin dahsyat menyapu
Semangat jiwaku tak kan luntur
Tak kan terluka sedikit pun
Karena tersapu oleh waktu
Berjuang tuk menggapai bintang yang bersinar
Ketika senja mulai dating
Ketika lelah mulai melanda
Ketika peluh dan keringat mulai tercium
Semangatku tetap tak kan sirna
Walaupun duka selalu mengiringiku
Selalu mengikutiku setiap ku berjalan
Menempuh hidup yang panjang ini
Menembus ruang dan waktu
Sampai akhir perjalananku

I N I C I N T A

NAMA : FITRIA VITAMAYA
KELAS : XI-BAHASA

Jiwaku melayang ke langit ketika mendengar namamu
Hatiku bergejolak seperti lahar panas ketika melihat dirimu
Tubuhku dingin kaku seperti es ketika ku berpapasan denganmu
Inikah cinta itu ?
Cinta yang dikenal oleh manusia
Sebagai rasa dalam hati yang begitu manisnya
Berwarna-warni bagai pelangi yangbertandang di angkasa
Rasa sayAng yang tak akan pernah ada habisnya
Rasa kasih yang begitu melembutkan hati, jiwa, dan raga
Begitu banyak, begitu lembut, begitu indah kurasa
Seperti rasaku padanya
Cintaku yang mangalir hangat padanya
Kasihku yang tak pernah habis untuknya
Dan ini semua hanya disebabkan oleh cinta . . . .

K O M P U T E R H A T I

NAMA : FITRIA VITAMAYA
KELAS :XI-BAHASA

Ingin rasanya ku “delete” masa lalu
Yang pahit menyesakkan jiwa
Ku “enter” ke baris kehidupan selanjutnya
“New” ke halaman masa depan penuh cahaya
Kan ku “copy” cahaya baik dari sana
Dan ku “paste” dalam hatiku
‘Tuk di”print” menjadi setakan indah dari hatiku
Berharap dibukanya kunci pintu
Menuju kebahagiaan yang begitu hebatnya
Kan ku “exit” duri hitam yang merusak pikiranku
Ku “close” jendela hati penebar kesengsaraan
Tak mau ku “undo” lagi lembaran hidup yang gelap
Tapi kan ku “redo” kertas perilaku indah berwarna
Dan ku “refresh” komputer pikiranku
Dari virus-virus yang kan membunuh hati nuraniku

SENYUM DARI PERPISAHAN

NAMA : FITRIA VITAMAYA
KELAS : XI-BAHASA

Dalam hidup ini pasti akan ada yang namanya perpisahan. Dimana ada pertemuan pasti nantinya akan terjadi perpisahan. Perpisahan adalah hal yang memisahkan kita dengan suatu pertemuan dan perkenalan. Entah perpisahan yang bahagia ataupun menyedihkan. Perpisahan yang diwarnai dengan senyuman yang indah dan tulus atau perpisahan yang dihiasi oleh butiran-butiran air mata pilu. Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Perpisahan di dunia hanyalah dinding pemisah sementara yang selalu akan terjadi dalam hidup kita di dunia.Karena perpisahan pastilah ada hikmah dan makna yang terkandung di dalamnya.
Seperti yang aku alami, dulu. Aku brpisah dengan sahabat yang sejak kecil sudah akrab denganku. Aku mengenalnya waktu aku masuk SD dan setelah beberapa lamanya aku pun lamanya aku pun akrab dengannya. Bermain bersama, belajar bersama, kita selalu dekat. Aku berpisah dengannya karena aku harus pindah ke luar kota yaitu Bandung karena mengikuti orang tua. Jauh sekali dengan tempat tinggalku yang berada di wilayah Semarang. Orang tuaku berniat untuk pindah ke Bandung karena ada berbagai pertimbangan. Salah satunya yaitu menurut papaku agar kita bias merawat nenek yang tinggal di Bandung sana. Menurutku pandapat papa ada benarnya juga, selama ini keluargaku jarang sekali mengunjungi apalagi merawat nenek, karena jarak dari Semarang ke Bandung sangat jauh.
Tapi, setelah aku ingat bahwa aku harus berpisah dengan sahabatku rasanya aku tidak ingin mengikuti orang tuaku untuk pindah dan ingin tetap di sini bersama sahabatku. Aku merasa tidak bisa kehilangan sahabat kecilku. Aku juga sedih karena harus berpisah dengan semua teman-temanku yang sudah aku kenal sejak kelas 1 SD. Selain itu, aku pun sudah merasa betah tinggal di kota ini, lota yang sudah kutempati sejak aku masih kecil. Pokoknya banyak sekali hal yang membuat aku merasa berat meninggalkan kota ini untuk pindah.
Aku pun tak bisa berbuat banyak, aku hanya bisa pasrah menghadapi perpisahan ini. Aku hanya bisa mengikuti papa dan mamaku untuk pindah dari kota yang tercinta ini.Lagipula aku juga tidak bisa jauh dari keluargaku, jika aku tetap tinggal di sini. Karena keluarga tetaplah menjadi prioritas dalam hidup ini. Namun tetap saja, yang harus aku hadapi dalam waktu dekat ini adalah sebuah perpisahan yang mungkin menyedihkan.Yang hanya ada air mata mengalir tanpa ada senyuman menghiasi semua perpisahan ini.
***
Bel istirahat pun berbunyi. Semua teman keluar kelas untuk mengisi perut yang lapar dengan makanan. Kecuali aku, Gilang, dan Reni.
“Disa, kenapa sih kamu harus pindah. Jauh lagi pindahnya, ke Jawa Barat sana. Kamu udah nggak betah lagi ya tinggal di sini?” Tanya Reni sahabatku. Aku dekat sekali dengannya, walaupun kami berbeda agama tapi kami sangat akrab. Ia pandai sekali menyanyikan lagu-lagu daerah dengan suaranya yang merdu. Ia pun pernah mendapat juara dalam lomba menyanyi lagu daerah. Kami sering sekali pulang sekolah bersama, bermain bersama walaupun rumahku dengannya lumayan jauh.
“Aku bukannya udah nggak betah tinggal di sini. Tapi aku pindah karena orang tuaku yang pingin pindah ke Bandung. Justru aku masih betah kok tinggal di sini.”
“ Ya udah, kamu tinggal di sini aja sama kita, nginep di rumah aku. Biar kamu nggak jauh dari kita, nanti kalau kamu pindah aku sebangku sama siapa dong?!” Sambung Gilang, teman sebangkuku. Gilang juga sahabatku yang baik. Orangnya lucu dan tomboy tapi rambutnya panjang sepunggung. Jika aku diganggu oleh teman laki-laki yang nakal, pasti dia yang pertama membelaku dan memarahi teman nakal itu. Dia memang anak pemberani sehingga sedikit ditakuti oleh teman laki-laki. Ia pindahan dari Lampung sejak kelas 4, tapi waktu itu aku belum akrab dan tidak sebangku dengannya. Entah kenapa, sejak awal kelas 5 aku jadi dekat dan akhirnya duduk sebangku dengannya.
“Ya nggak bias dong, masa aku tinggal jauh dari keluargaku. Aku kan nggak bias jauh-jauh dari mama dan papaku. Aku bias nangis terus deh. Nanti kamu kan bisa sebangku sama Reni dulu, ya kan?!” Terangku menjelaskan.
“Jadi nanti kita jauh banget dong, nggak bias sama-sama lagi.” Ucap Reni dengan raut muka yang sedih.
“Iya, nanti kita nggak bisa main sama-sama lagi, belajar bareng kayak dulu lagi.” Ujar Gilang dengan wajah yang sendu.
Fuhh…aku jadi merasa sedih jika melihat muka Reni dan Gilang yang sedih itu. Aku juga sebenarnya sedih jika membicarakan perpisahan ini, rasanya ingin menangis saja. Tapi, di hadapan kedua sahabatku aku berusaha menyembunyikan kesedihanku agar suasana tidak terlalu sedih. Aku tidak mau sahabat-sahabatku sedih hanya karena kepindahanku. Beberapa menit lamanya semuanya terdiam, seperti sedang merenungi dan memikirkan solusi dari permasalahan ini. Termasuk aku. Aku memutar otakku untuk mencari solusi yang tepat agar perpisahan ini tidak menjadi perpisahan yang menyedihkan. Aku ingin perpisahan ini penuh dengan senyuman yang tulus bukan air mata yang menetes. Akhirnya setelah terdiam cukup lama, aku menemukan suatu solusi yang menurutku bagus. Solusi itu adalah…
“Hemmh…gini aja. Gimana kalau setelah aku pindah dan udah nyampe di Bandung. Kita surat-suratan aja, aku duluan deh yang nyuratin kalian. Sekalian ngasih alamat yang aku tinggali nanti. Tapi nanti kalian juga harus ngebales surat aku. Gimana ide aku?” Jelasku panjang lebar serta semangat 45 kepada mereka.
“Ide bagus. Duh, kamu kok pinter banget sih Dis!” Seru Gilang senang mendengar ideku.
“Iya ya, kenapa nggak kepikiran dari tadi sih. Kita surat-suratan aja, jadi kita tetep ngerasa deket walaupun kita jauh.” Ucap Reni sambil menunjukkan senyumannya yang mengembang.
“Jadi, kalian setuju nih ya sama ideku. Sekarang aku jadi nggak sedih lagi kalau pisah sama kalian, tadinya aku sedih banget karena merasa aku nggak bakalan sanggup pisah dari kalian. Tapi, setelah ada solusi ini kita nantinya nggak merasa jauh walaupun kita terpisah oleh jarak .” terangku.
“Hmmh, bener. Kita juga jadi ikhlas ngelepas kamu waktu kamu pindah ke Bandung nanti. Iya nggak?!” Gilang langsung melirik ke arah Reni guna membenarkan perkataannya.
“Yee, emang aku burung apa, pake dilepas segala. Dilepas buat pergi ke Bandung gituh!” seruku pada Gilang dengan nada bercanda.
“Emmmang…” teriak Gilang dan Reni kompak.
Dan kami pun tertawa bersama sambil melepaskan segala kesedihan dan kepenatan yang ada dalam hati. Lega rasanya melihat kedua sahabatku itu kembali menunjukkan senyumnya yang manis. Karena sebelumnya hanya wajah yang terlihat sedih dan bingung yang ditunjukkan oleh mereka. Satu rasa kesedihanku akan perpisahan saat ini hilanglah sudah, yang ada saat ini hanyalah kebahagiaan. Hanya ada senyum yang manis dan suara tertawa yang riang siang ini. Tapi entah, apakah kebahagiaan ini akan terus ada selama aku akan mengalami sebuah perpisahan. Hatiku sendiri pun tak bisa menjawabnya, dan pertanyaan itu masih terus menakuti diriku.
“Teng...teng…teng…teng…”. Bel tanda berakhirnya waktu istirahat pun berbunyi. Mengakhiri perbincangan yang berkesan antara 3 sahabat. Reni segera pindah ke bangkunya sendiri yang berada di sebelah bangkuku dan Gilang. Aku dan Gilang juga segera mengeluarkan buku pelajaran yang akan dipelajari siang ini.Walaupun kami tidak sempat ke kantin untuk mengisi perut yang kosong, tapi rasanya aku sama sekali tidak merasa lapar. Karena perbincangan dengan sahabatku tadi sudah cukup membuat aku merasa kenyang.
***
Hari ini, hari terakhir aku bersekolah. Karena besok aku akan meninggalkan semua kenangan di kota kecil yang tercinta ini. Besok aku akan pergi menuju ke kehidupan baru, dan pastinya kota yang baru. Segalanya baru, lingkungan baru, teman baru, tetangga baru, sekolah baru, dan rumah baru. Aku akan menjalani semua kehidupan baruku dengan semangat yang baru pula. Everything is new!
Sekolah hari ini kujalani dengan semangat karena ini hari terakhir aku bersekolah di sini. Sampai jam pelajaran terakhir semuanya berjalan lancer. Namun ketika bel pulang berbunyi, ketua kelas tiba-tiba menyodorkan sebuah kado berbentuk kotak kepadaku. Aku kaget bukan main karena ini bukanlah hari ulang tahunku, tapi kenapa Vendi, ketua kelasku memberikan kado kepadaku?
“Ini kado dari teman-teman sekelas. Kado tanda mata perpisahan, besok kan kamu pindah. Ini kenang-kenangan dari kita untuk kamu. Nih terima”.
“Ohh, terima kasih ya!” jawabku dengan nada ragu-ragu karena tak percaya akan semua ini. Setelah itu, beberapa teman menghampiriku dengan membawa kado masing-masing dan memberikannya kepadaku. Kedua sahabatku pun juga memberikan kado padaku.
“Makasih, makasih ya!” Berpuluh-puluh kali kata terima kasih aku ucapkan pada teman-teman yang memberikanku kenang-kenangan dengan memperlihatkan senyum yang ramah dan manis. Sebenarnya aku ingin menangis terharu tapi aku tahan karena aku tidak mau menangis di depan teman-teman.
Setelah itu, aku pun bersiap pulang dengan membawa kado kenang-kenangan. Banyak sekali kadonya. Jujur, aku kesulitan untuk membawa kado-kado ini apalagi jarak rumah dengan sekolahku lumayan jauh. Tapi aku berusaha untuk membawanya. Saat aku akan melangkah, teman-teman mendatangiku dan kemudian menolong membawakan kado.
“Dis, sini aku Bantu bawa kadonya. Kita mau nganterin sampe rumah sekalian perpisahan. Boleh kan?!”. Tanya Mariana, temanku.
“Boleh, boleh. Yuk!” Kami pun segera berjalan menuju rumahku sambil bercengkrama.
Sesampainya di rumah, aku pun masuk ke rumah untuk meletakkan barang-barangku. Teman-teman menungguiku di teras rumah. Mungkin mereka tidak enak untuk masuk ke dalam rumahku, karena memang isi rumahku sangat berantakan oleh barang-barang yang akan dibawa pindah. Kemudian mamaku menghampiriku dan bertanya.
“Teman-temanmu datang ya, ya udah diajak masuk aja. Nanti mamah bawain makanan sama minumannya.”
“Oh iya mah.” Ujarku sambil tersenyum gembira. Aku kira mamah tidak akan mengizinkan teman-teman masuk karena melihat kondisi rumah yang berantakan.
“Eh, mau masuk dulu nggak. Kalian capek kan jalan dari sekolah sampai rumahku. Kita makan sama minum dulu, yuk!” ajakku.
“Tapi nggak ganggu nih, Dis. Mama sama papamu pasti lagi beres-beres. Nanti kita bikin repot lagi.” Kata Tika temanku.
“Nggak apa-apa kok, lagian mama sama papa lagi istirahat sekarang. Bener deh, nggak bakalan ganggu dan ngerepotin. Tapi nggak apa-apa kan rumahku berantakan gini.” Bujukku meyakinkan.
“Nggak apa-apa. Namanya juga orang mau pindah.” Kata Gilang.
Akhirnya semua temanku mau juga untuk masuk ke dalam rumahku. Kami pun duduk lesehan beralaskan tikar di ruang tamu. Aku berjalan menuju dapur untuk membantu mama membuat minum dan membawakan makanan kecil. Sementara itu, teman-teman asyik mengobrol di ruang tamu sambil menungguku datang.
“Duh, udah nunggu lama ya. Ini, dimakan ya cemilannya sama minumannya. Maaf ya, rumahnya kayak kapal pecah.” Kata mama ramah sambil meletakkan beberapa gelas dan sepiring makanan ke lantai.
Setelah itu, aku pun ikut bergabung duduk dengan teman-temanku untuk bercengkrama dan menikmati cemilan. Beberapa makanan kecil memang belum disiapkan untuk dibawa, mungkin akan disiapkan besok pagi hari atau nanti malam. Tidak lama saat aku asyik ngobrol, mama dating dengan membawa sebuah kamera foto.
“Dis, nih kamera buat foto-foto sama temen kamu. Sekalian kan buat kenang-kenangan.” Kata mama padaku di hadapan teman-teman.
“Oh, tapi tolong fotoin ya mah!” pintaku pada mamah.
Aku pun mengajak teman-teman untuk berpose. Aku melihat raut muka teman-temanku yang begitu senang, aku juga. Karena ini untuk kenang-kenangan agar aku tidak lupa dengan wajah temanku setelah aku pindah nanti. Kami segera bergaya dengan gaya masing-masing, beberapa orang berdiri dan beberapa lagi duduk. Memasang senyum termanis dan bahagia agar wajahnya terlihat cantik di foto nanti.
“Satu, dua, tigaa!” Mama memberi aba-aba tanda akan difoto. Dan….klik! Cahaya keluar dari foto menyilaukan mataku. Senang rasanya berfoto ria dengan teman-teman, apalagi untuk kenang-kenangan perpisahan. Tidak cukup satu foto, kami pun berpose kembali untuk mengambil beberapa foto. Yang tadinya duduk sekarang berdiri, begitu juga sebaliknya. Pokoknya berbagai pose kami lakoni demi hasil foto yang bagus.
Setelah 1 jam, teman-teman pun berpamitan pulang karena hari memang sudah sangat sore, jam menunjukkan pukul 5 sore. Setelah berpamitan dengan mama dan papaku, teman-teman keluar dari ruang tamu menuju teras rumah. Kami pun mengucapkan salam perpisahan lagi di sana….
“Dis, selamat tinggal ya. Kamu baik-baik di sana, semoga kamu dapat temen yang banyak juga di sana.” Ujar Tika.
“Kamu juga jangan lupa kasih kabar ke kita ya. Kirim surat ke kita semua.” Kata Dewi.
“Iya, iya. Aku pasti nanti bakalan kasih kabar kok ke kalian, ke temen-temen sekelas. Nggak bakalan lupa deh.” Aku meyakinkan teman-teman.
“Oh ya, kan di sana pasti kamu diajarin bahasa sunda tuh, semoga kamu bias cepet bias belajar b.sunda ya. Habis itu, ajarin ke kita deh, misalnya lewat surat kamu tulis bahasa sunda gitu.”
“Oke deh, kalau aku udah bisa nanti aku ajarin kalian sampai bisa. Walauun hanya lewat surat.” Ucapku.
“Dan jangan pernah kamu lupain kita ya Dis kalau kamu udah tinggal di Bandung nanti. Temen-temen kamu, guru-guru di sekolah, semuanya yang ada di sini. Kita juga nggak bakalan lupain kamu kok.” Kata Reni.
“Iya, aku nggak lupa sama kalian. Nggak akan pernah, aku janji. Makasih ya sama semua kebaikan kalian ke aku. Aku seneng banget punya temen kayak kalian yang perhatian dan baik sama aku. Nggak mungkin aku lupa sama kalian semua.” Kataku haru. Dan satu persatu teman-temanku menjulurkan tangannya kepadaku untuk bersalaman sambil mengucapkan kata perpisahan. Aku hanya bias tersenyum melihat teman-temanku yang melangkah pergi jauh dari rumahku untuk pulang ke rumah masing-masing.
Betapa beruntungnya aku mendapat teman-teman yang baik seperti itu. Aku ingin terus bersama mereka, bermain, bercanda bersama mereka. Andai aku bisa terus bersama mereka, hidup bersama mereka.Andai papa dan mamaku tidak memutuskan untuk pindah rumah. Mungkin perpisahan ini tak kan pernah terjadi dalam hidupku. Tak akan pernah! Namun kemudian aku sadar akan segala kenyataan yang menghampiriku. Kenyataan bahwa perpisahan ini memang akan dan telah terjadi.
Aku sadar bahwa di dunia ini harus ada yang namanya perpisahan. Tidak mungkin jika di dunia ini sama sekali tidak perpisahan. Tidak ada gunanya aku beranda-andai seperti ini, membayangkan sesuatu hal yang tidak akan mungkin berubah dan terjadi. Yang harus aku pikirkan saat ini adalah kehidupanku selanjutnya, yang akan ku jalani nanti. Dimana aku harus berjuang meneruskan hidup dan tak terpengaruh oleh masa lalu termasuk perpisahan ini. Lagipula masih banyak solusi yang dapat aku lakukan untuk mengobati rasa kangen pada teman-temanku. Berkirim-kiriman surat, membayangkan kenangan indah yang terekam, juga foto-foto perpisahan tadi. Aku harus bangkit dari perpisahan ini, aku tak mau terbawa arus kesedihan mendalam yang semakin mendingin di hatiku. Aku harus semangat!
***
Malam terakhir di rumahku, aku menghabiskan waktu untuk membantu mama membereskan segala barang-barang yang masih ada di rumah. Aku dan mama membungkus gelas dan piring dengan koran, sementara papa mengangkat lemari pakaian dari kamarku ke ruang tengah agar lebih mudah dipindah besok. Sambil membungkus piring dan gelas, mataku menerawang melihat dinding tembok rumah, atap rumah, seluruh isi rumah aku pandangi. Agar aku tak lupa dengan rumah ini saat aku menempati rumah baruku di Bandung.
Dalam hati aku mengucapkan selamat tinggal pada rumahku ini. Rumah ini setelah bertahun-tahun sudah menjadi saksi bisu akan semua kejadian yang terjadi di sini. Dari aku bayi sampai aku besar rumah ini terlihat setia dan kokoh menemani perjalanan hidupku dan juga keluargaku. Aku tidak akan menangis lagi, aku tidak ingin meneteskan air mata lagi, mataku sudah terlalu sakit untuk mengeluarkan air mata sedih. Kalaupun aku menangis, air mata itu bukanlah dari perasaan sedih melainkan air mata haru. Terharu karena memikirkan semua yang ada di sini, orang-orang yang begitu perhatian padaku, lingkungan di sekitarku yang sudah menemani dalam setiap langkahku. Aku tidak akan begitu saja melupakan semua kenangan yang terlahir di sini. Karena aku merasa semua yang ada di sini adalah barang yang berharga dalam pikiranku, tak mungkin aku membuangnya begitu saja.
Aku akan meninggalkan semuanya di sini, kenangan yang tertanam di tanah ini. Aku berharap di suatu saat nanti aku bisa mencabutnya dengan hati yang gembira, yang telah tumbuh subur di tanah tercinta ini. Selamat datang perpisahan yang akan menjemputku ke kehidupan baru yang akan kulangkahi. Aku akan menyambutmu dengan hati yang tulus ikhlas dan dengan senyuman bahagia yang akan menyinari langkah selanjutnya. Selamat tinggal semuanya, selamat tinggal. Goodbye all my love…..!


*…the end…*