Malam ini aku sangat capek. Ku rebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Karena sejak tadi siang, aku begitu sial. Aku harus mengulang kembali makalahku yang tidak diasese oleh guruku. Ugh, aku sebal banget.
Aku menerawang lagi kejadian tadi siang meskipun aku merasa pusing tujuh keliling.
Sepanjang malam aku terus berceloteh pada cowok yang menabrakku tadi siang. Aku sudah merasa pusing dengan semua yang dibuatnya. Aku pun mengambil wudhu dan pergi untuk tidur.
Aku berada di koridor depan kelasku. Awalnya, aku tidak sadar dengan keberadaanku. Aku pun menelusuri tiap ubin koridor tersebut mencari teman-temanku. Ku buka pintu kelasku. Ternyata nihil. Di kelas tidak ada siapapun. Aku kembali ke koridor dan duduk di pinggiran koridor. Aku bosan menunggu orang-orang yang tak kunjung datang.
Aku bangkit dari dudukku. Remang-remang aku mendengar sebuah panggilan yang kian lama kian mendekat. Aku terus mencari sumber suara tersebut. Tiba-tiba, kepalaku terasa pusing, sehingga aku ingin kembali ke kelas. Tapi, ketika aku berbalik, aku menatap seorang cowok di depanku. Tanpa ada komando, hatiku langsung bergemuruh, terasa seperti desiran air yang mengalir begitu cepat di hatiku. Aku tidak mengerti dengan perasaanku. Kenapa aku seperti ini? Aku tidak dapat bergerak sedikitpun. Kebekuan yang aku rasakan di sekujur tubuhku. Bibirpun tak dapat berucap. Perasaan ini begitu membingungkanku. Getaran yang dihasilkan oleh tubuhku begitu kencang. Sangat berbeda dengan aku ketika berada di depan kelas. Biasanya hal seperti itu yang sangat mendebarkan. Tapi, kenapa aku hanya menatap orang ini, aku seperti orang bodoh yang disodorkan dengan pertanyaan yang sangat sulit. Begitu mendebarkan.
”Hai. Kamu Mira
Kenapa orang ini tahu namaku? Padahal, aku tidak mengenalnya. Dan kenapa wajah ini mirip sekali dengan wajah yang menabrakku itu ya? Aku bingung.
”Maaf. Kamu Mira, bukan?” tanyanya lagi.
”Iya. Emangnya kenapa? Kamu tau dari siapa namaku?” jawabku ketus.
”Kamu masih ingat aku, nggak?”
”Nggak!”
”Kita adalah teman karib waktu SMP. Kamu sudah lupa ya?”
”Mungkin!” lagi-lagi aku menjawab dengan tak acuh.
Seketika dia terdiam. Aku semakin tidak mengerti dengannya. Kalau memang dia sobat karibku, kenapa dia tidak mencoba meyakinkanku sekali lagi. Kenapa dia diam? Dan kenapa dia menunduk tidak menatapku lagi?
”Hei. Kamu adalah orang yang menabrak aku waktu itu
”Kamu masih ingat ya? Syukur deh. Karna aku tak perlu capek-capek lagi menjelaskannya padamu. Asal kamu tau, aku berdiri di sini, di hadapanmu, aku …”
”Eh.. tunggu-tunggu. Kamu tuh banyak bicara juga ya?! Ya udah, buruan kamu mau ngomong apa? Jangan muter-muter ke Amerika dulu.. Ugh..” kataku tak acuh memotong pembicaraannya.
”Baiklah. Aku hanya ingin …”
”Minta maaf?!” potongku lagi.
”Iya. Tapi, ada satu lagi yang harus aku katakan padamu. Sejak SMP, aku suka sama kamu. Aku …”
Setelah kalimat itu, aku tak mendengar apapun lagi. Sebuah kalimat yang mengingatkanku pada sesuatu. Yaitu, sebelum kecelakaan itu terjadi.
Sepulang sekolah, seperti biasa aku bersama teman-teman pulang bersama. Waktu itu, aku dengan teman-teman bergegas ke luar gerbang lantaran ingin nonton bareng di rumah salah satu temanku. Dia adalah Dina, anak yang sangat suka mengoleksi film-film baru. Kebetulan, aku juga suka film.
Saat itu, di depan gerbang telah terlihat angkot berjajar di pinggiran jalan raya.
”Mira… Aku suka kamu…!” sebuah teriakan seorang lelaki yang telah menghentikan langkahku saat aku tepat di antara dua arah yang berlawanan yang ramai dengan kendaraan bersimpang-siur itu. Teman-temanku telah ada di seberang
”MIRA…”
Teriakan yang begitu keras dari seluruh arah tertuju padaku. Suara bising klakson di mana-mana. Aku kehilangan arah. Aku pun sempat menoleh ke arah belakang. Dari belakang terlihat sebuah truk yang sedang melaju menuju hadapanku. Dalam hitungan detik semuanya terasa sepi tak bersuara. Tubuhku terasa ringan tanpa ada gravitasi yang menarikku, melayang entah kamana.
Kini, suara laki-laki yang ada di hadapanku mulai terdengar lagi. Kepalaku terasa sangat berat. Tapi, ku coba untuk bertahan.
”Mir, dulu aku pernah menyatakannya padamu. Tapi sejak saat itu, aku tidak berani lagi berada di sisimu. Karna, aku yang telah menyebabkanmu mengalami kecelakaan itu.” katanya dengan suara yang parau. ”Mir, aku minta maaf dengan kejadian itu. Aku ini pengecut, meninggalkanmu tanpa tau kabarmu bahwa kamu menjalani terapi di luar
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Semuanya membuat kepalaku jadi tambah pusing. Aku ingin marah pada orang ini, tapi entah mengapa kemarahanku tidak muncul. Sebenarnya, aku sangat membenci dia. Dia telah membuat sebagian dari memoriku hilang akibat kecelakaan itu. Selain itu, dia yang menyebabkan aku dimarahi oleh guru favoritku. Kenapa semua ini terjadi? Aku sudah menikmati hidupku yang sekarang, tanpa masa lalu hidupku terasa nyaman. Meskipun dulu selama satu bulan, aku tersiksa di rumah sakit dan pindah sekolah.
”Adi…” terdengar suara panggilan seseorang di belakangku.
Seketika orang yang di hadapanku menghilang menuju gadis yang memanggilnya barusan. Mereka berdua pun telah pergi entah kemana. Kini tinggal aku sendiri menyepi. Mengeluh dengan semua yang terjadi. Kepalaku kembali terasa pusing.
Tiba-tiba, sebuah kilatan menghampiri pandanganku. Aku pun segera membuka kedua mataku, dan kembali menatap dunia nyata yang kini aku yakini. Tentang masa lalu yang kembali hadir dalam mimpiku, membuat semaunya menjadi jelas akan hidupku. Dan aku akan terus menggapai segala yang menjadi keinginanku di masa kini. Masa hidupku yang baru, yang penuh dengan warna-warni kehidupan yang senantiasa mengiringiku kemana pun aku melangkah.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar Anda?